Kamis, 15 Mei 2014

KALIMANTAN MENGGUGAT



"Kalimantan kaya sumber energi, mineral dan sumber daya alam lainnya, memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan devisa negara namun terabaikan pembangunannya."
                                                
                                                
KH. Amidhan (Ketua FKK)
Jakarta, 12 Mei 2014 -- Arah gerakan reformasi semakin dipertanyakan karena tidak mampu mengatasi ketimpangan sosial ekonomi yang dinilai cenderung melebar. Setelah gerakan reformasi berjalan 15 tahun, ketimpangan ekonomi dan pembangunan ternyata tidak juga berkurang, tetapi justru melebar. Keluhan bermunculan karena realitas pembangunan bidang ekonomi dan politik semakin menjauhi cita-cita gerakan reformasi. Dalam bidang politik terjadi kegaduhan, sementara di bidang ekonomi pembangunan terlihat ketimpangan.
                                                           
Kesenjangan melebar antara kelompok kaya dan miskin, antara pulau Jawa dan luar   Jawa khususnya, termasuk pulau Kalimantan. Dalam kesenjangan itu, semakin terlihat bahwa kekayaan dan pembangunan yang pesat menumpuk hanya pada daerah Jawa dan segelintir daerah lainnya, sementara di Pulau Kalimantan (luar Jawa) jutaan orang lainnya terus bergulat setiap hari dalam keterbatasan hidup dan ketimpangan pembangunan. Kekayaan dan kemakmuran bagi sejumlah daerah  berarti kemiskinan bagi daerah lainnya pulau Kalimantan. Sangat ironis bukan?

Ketua Forum Komunikasi Kalimantan, Drs. KH. Amidhan, mantan Anggota BP MPR RI (1999-2004), PAH I Perubahan UUD 1945  dan mantan Ketua Subkom Ekosob Komnas HAM (2002-2007) mengatakan: "Hasil Kalimantan dihitung tapi Kalimantan tidak diperhitungkan. Amidhan berpendapat: oleh karena itu pembangunan bangsa dan negara ke depan memerlukan pemimpin yang mampu mengambil keputusan cepat tepat, dan adil. Mampu mengendalikan keseimbangan pembangunan yg berkeadilan antara pusat - daerah, mampu menjaga keutuhan, integrasi, kedaulatan, kemandirian dan martabat bangsa. Seorang negarawan yang visioner, mengerti masalah di daerah dan ditingkat nasional dan solusinya dan mampu menciptakan rasa aman sentosa. Terkait dengan kriteria bagi sang pemimpin tersebut, Forum Komunikasi Kalimantan mengusung Ir. H. Isran Noor, M.Si sebagai Cawapres"

Mari kita lihat bagaimana peran Koridor Ekonomi Kalimantan dalam memberikan kontrubusi terbesar dalam pembangunan Nasional. Seperti yang dikemukakan oleh analisis perdagangan bahwa perlu kebijakan kondusif bagi pelaku usaha sehingga ia tertarik dan melakukan investasi untuk membiayai pembangunan agar terwujud peningkatan PDB Indonesia dari sekitar USD 1,2 triliun pada tahun 2013 menjadi USD 4,5 triliun pada tahun 2025. Pada saat itu pendapatan perkapita sekitar USD 15.000 dan diharapkan pertumbuhan ekonomi riil 8 - 9% pertahun pada perioda 2015-2025.

Hal tersebut juga, ditunjukkan bahwa APBN Indonesia bebannya berat? Pembangunan tidak dapat hanya mengandalkan pada investasi pemerintah. Dari struktur APBN dapat diketahui bahwa hanya sebagian kecil untuk membiayai pembangunan dibanding membiayai rutin pemerintahan. Belanja Subsidi juga sangat besar. 

Pada kesempatan yang sama Sekretaris Forum Komunikasi Kalimantan, Ardiansyah Parman, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan menjelaskan: "Transaksi ekspor-impor di Koridor Ekonomi Jawa terus mengalami defisit luar biasa. Padahal Tahun 2006 defisit di Koridor Ekonomi Jawa baru mencapai USD 3,2 miliar kemudian pada tahun 2013 menjadi USD 60 miliar. Defisit sebesar itu ditutupi oleh kontribusi net ekspor hasil Sumber Daya Alam dari Kalimantan USD 27 milliar, Sumatera USD 26,8 miliar dan Koridor Ekonomi luar Jawa lainnya seperti Papua, Sulawesi, Maluku dan NTB. Dari data tersebut, jelas pulau Kalimantan sangat memberikan kontrubusi yang sangat signifikan terhadap pembangunan nasional."

Berkaitan dengan hal tersebut, pertanyaannya sekarang, bagaimana pendapatan negara bisa ditingkatkan untuk pembangunan selanjutnya? Ardiansyah menambahkan:  "Ada dua sumber penerimaan negara yg harus ditingkatkan yaitu : (1) perpajakan melalui peningkatan keputuhan wajib pajak, dan tegakan aturan. Tax Revenue Indonesia hanya sekitar 12%; (2) PNBP (penerimaan negara bukan pajak) melalui peningkatan penerimaan dari sektor migas dan pertambangan dalam bentuk royalty dan bagi hasil. Kita perlu pemimpin nasional  yang melakukan renegosiasi kontrak-kontrak dengan pelaku usaha di sektor migas dan pertambangan untuk memberikan keuntungan bagi negara dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dan (3) turunkan secara bertahap subsidi BBM dan listrik untuk mendanai pembangunan infrastruktur laut."

Seperti yang telah dikemukakan di atas, Koridor Ekonomi Kalimantan peranannya akan semakin penting. Apabila Pulau Kalimantan dapat berkembang dan berfungsi dengan baik pembangunannya dan pengelolaan sumber daya alamnya tidak dihancurkan secara sistemik. Namun kejadiannya saat ini adalah bahwa pemikiran untuk mengembangkan Pulau Kalimantan dan menatanya secara komprehensif hanyalah menjadi slogan dan politik pencitraan saja.

Disamping itu, apabila kita melihat persoalan ketimpangan pembangunan itu, tidak hanya antara Jawa dan luar Jawa. Juga antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur. Apa yang salah? Persoalan kesenjangan atau ketimpangan pembangunan tentu merupakan kombinasi antara persoalan kultural dan struktural. Secara kultural, kemiskinan dan kesenjangan tidak terlepas dari masalah pimpinan daerah atas kebijakan yang diterapkannya.

Tokoh Kalimantan, Drs. Moebramsjah Dubes RI di Irak tahun 1997-2000 menyatakan bahwa: "secara struktural, kesenjangan dan kemiskinan disebabkan lemahnya kemauan politik. Upaya mengatasi kesenjangan pembangunan dan kemiskinan tidak diikat dalam komitmen politik serta kebijakan yang kuat dan konsisten. Program pengentasan orang dari kemiskinan dan pengurangan kesenjangan pembangunan semakin menghadapi tantangan karena praktik korupsi meluas di kalangan pejabat dari pusat sampai ke daerah."

Tidak kalah memprihatinkan, dalam mempertahankan standar hidup tinggi di kalangan tertentu, tak jarang lingkungan dikorbankan. Pengerukan sumber daya alam berlangsung tidak terkendali. Ribuan tambang liar telah menghancurkan lingkungan. Proses penggundulan hutan berlangsung di mana-mana. Krisis ekologi merupakan salah satu bahaya terbesar masa depan. Kehancuran ekologi, yang berlangsung paralel dengan ketimpangan ekonomi, merupakan tantangan pelik yang dihadapi bangsa Indonesia. 

Tokoh Kalimantan, DR Taufik Effendi mantan Menteri PAN juga turut menambahkan bahwa: "Bahaya lebih besar akan menghadang jika kesenjangan dan krisis ekologi tidak segera diatasi. Pembangunan yang berkesinambungan (sustainability) tidak mungkin berlangsung apabila ketimpangan sosial-ekonomi dalam pembangunan dan krisis ekologi dibiarkan."

Perbaikan kesenjangan pembangunan bukan hanya untuk kepentingan kelompok miskin, melainkan juga kelompok kaya. Secara sosiologis sering diibaratkan, kekuatan sebuah mata rantai sosial sangat ditentukan oleh mata rantai paling lemah. Seluruh mata rantai sosial tidak akan berjalan, berputar, dan berfungsi jika salah satu mata rantainya rapuh dan putus. Kelompok kaya juga tidak akan bergerak leluasa apabila kehidupan sosial kenegaraan dimacetkan oleh mata rantai persoalan kelompok miskin dan macetnya pemerataan pembangunan.

Amidhan menegaskan: "Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi kami masyarakat Kalimantan hanyalah dengan kata “Menggugat” demi keadilan dan pemerataan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat Kalimantan secara keseluruhan. Prioritaskan untuk membangun dan menyediakan listrik dan infrastruktur lainnya yg sangat diperlukan Kalimantan. Gugatan ini kami sampaikan kepada Pemimpin Nasional 2014-2019 untuk memperhatikan sunguh-sungguh pulau Kalimantan yang kaya dengan sumber daya alamnya tapi miskin dalam kehidupannya. Jangan biarkan kami miskin dan hancur, tapi berilah kami untuk berkembang dan bersama-sama menikmati pembangunan di Republik Indonesia tercinta ini. Salam Persaudaraan NKRI."

0 komentar:

Posting Komentar