Selasa, 22 Mei 2012

RDP DPR RI DENGAN EMPAT GUBERNUR KALIMANTAN

(KWKS On-line), Jakarta - Kuota bahan bakar minyak bersubsidi yang ditetapkan 40 juta kiloliter dalam APBN Perubahan 2012 makin sulit dikendalikan. Hal itu seiring dengan tingginya permintaan BBM bersubsidi. Pemerintah provinsi di Kalimantan bahkan mendesak kuota BBM mereka ditambah.

Wakil Ketua Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fahmi Harsandono hari Senin (21/5) di Jakarta menegaskan, secara nasional, realisasi konsumsi BBM bersubsidi telah mencapai 15 persen di atas kuota dalam APBN-P 2012. ”Ini terjadi karena pembelian BBM berlebihan akibat isu kenaikan harga BBM bersubsidi,” ujar Fahmi.

Untuk mengamankan pasokan, lanjut Fahmi, diperkirakan butuh tambahan kuota BBM bersubsidi secara nasional sekitar 4-5 juta kiloliter. Akan tetapi, penambahan kuota itu harus melalui mekanisme penganggaran dalam APBN-P 2012. Harus ada pengajuan dari pemerintah kepada DPR. ”Kami telah membagi kuota berdasarkan asas keadilan dan sesuai tren realisasi tahun sebelumnya,” katanya.

Kepala daerah juga mesti segera menertibkan agar kendaraan untuk kepentingan bisnis tidak lagi menggunakan BBM bersubsidi, seperti kendaraan pertambangan dan perkebunan,

karena hal itu sangat membebani kuota BBM nasional. Sementara kebutuhan BBM untuk industri pertambangan dan perkebunan tidak terbatas.
Secara terpisah, Wakil Direktur Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Komaidi Notonegoro menyatakan, pemerintah mesti berhati-hati dalam menyikapi permintaan tambahan kuota BBM bersubsidi. Pemerintah harus melihat lebih detail, faktor apa saja yang menyebabkan permintaan itu naik dengan memakai kuota tahun-tahun sebelumnya dan perkembangan ekonomi suatu daerah.

Jika jumlah penduduk, besaran ekonomi, dan struktur perekonomian suatu daerah berubah, kenaikan permintaan BBM bisa tidak linier dan hal itu perlu segera dipenuhi. ”Tetapi, jika peningkatan konsumsi BBM bersubsidi akibat aktivitas-aktivitas yang semestinya tidak berhak mendapat subsidi BBM, yang ditambah sebaiknya adalah BBM nonsubsidi,” ujarnya.

Tambah Kuota Kalimantan
 
Sementara itu, empat provinsi di Kalimantan meminta tambahan kuota BBM bersubsidi, yakni Premium 2,2 juta kiloliter dan solar 1,25 juta kiloliter. Permintaan itu diajukan karena terjadi pengurangan kuota BBM bersubsidi di Kalimantan, padahal kebutuhannya meningkat.

”Terjadi ketidakseimbangan antara permintaan BBM bersubsidi oleh masyarakat dan ketersediaan BBM bersubsidi oleh Pertamina,” kata Ketua Forum Percepatan Pembangunan dan Revitalisasi Kalimantan Rudi Arifin dalam rapat dengar pendapat pembahasan kuota BBM bersubsidi antara empat gubernur atau wakil gubernur di Kalimantan dan Komisi VII DPR, kemarin.

Kuota BBM bersubsidi di empat provinsi di Kalimantan dikurangi dari 7,19 persen menjadi 7 persen dari kuota nasional. Padahal, peningkatan jumlah pengguna BBM bersubsidi jauh lebih tinggi daripada kuota yang ditetapkan.

Di Kalimantan Selatan, misalnya, pertumbuhan kendaraan bermotor 15,5 persen tahun 2011. Kondisi ini menyebabkan sering terjadi antrean panjang pengisian BBM bersubsidi oleh kendaraan bermotor di setiap stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di Kalimantan.

Menurut Rudi yang juga Gubernur Kalimantan Selatan, hal ini memunculkan spekulan BBM bersubsidi, mengganggu arus lalu lintas akibat antrean kendaraan di SPBU, dan menyebabkan ekonomi biaya tinggi terhadap distribusi barang dan jasa. ”Untuk mengurangi antrean kendaraan, kami telah membatasi pembelian BBM bersubsidi kendaraan bermotor milik pribadi dan angkutan umum di SPBU,” katanya. 

Pihaknya juga telah menentukan jam tertentu pengisian BBM bersubsidi untuk solar oleh kepolisian. Pemda juga telah mengalihkan konsumsi BBM bersubsidi ke BBM nonsubsidi khusus kendaraan bermotor pelat merah, diikuti BUMN dan BUMD. ”Agar kelangkaan ketersediaan BBM ini tidak terus terjadi, kami meminta agar kuota BBM bersubsidi untuk Kalimantan ditambah sebelum akhir Mei ini,” ujarnya. 

Wakil Gubernur Kalimantan Timur menambahkan, masalah kelangkaan pasokan BBM bersubsidi ini sangat ironis di tengah kekayaan sumber energi, baik migas maupun batubara, di Kalimantan. Bahkan, sebagian besar kebutuhan BBM di wilayah Kalimantan Timur yang terletak di daerah perbatasan dipenuhi dengan cara membeli dari Malaysia dengan harga bervariasi Rp 15.000-Rp 20.000 per liter. 

Dalam kesimpulan rapat, Wakil Ketua Komisi VII DPR Ahmad Farial menyatakan, Komisi VII DPR dapat menerima dan mendukung usulan penambahan kuota BBM bersubsidi untuk Kalimantan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Pihaknya akan memanggil jajaran BPH Migas, PT Pertamina, dan Himpunan Wirausahawan Migas. Hal itu untuk menyinkronkan data dalam rangka mencari solusi secepatnya. (EVY/RAZ/WER/PRA)

Sumber : Kompas

0 komentar:

Posting Komentar