(KWKS On-line), Jakarta - Kuota bahan bakar minyak
bersubsidi yang ditetapkan 40 juta kiloliter dalam APBN Perubahan 2012
makin sulit dikendalikan. Hal itu seiring dengan tingginya permintaan
BBM bersubsidi. Pemerintah provinsi di Kalimantan bahkan mendesak kuota
BBM mereka ditambah.
Wakil Ketua Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi
(BPH Migas) Fahmi Harsandono hari Senin (21/5) di Jakarta menegaskan,
secara nasional, realisasi konsumsi BBM bersubsidi telah mencapai 15
persen di atas kuota dalam APBN-P 2012. ”Ini terjadi
karena pembelian BBM berlebihan akibat isu kenaikan harga BBM
bersubsidi,” ujar Fahmi.
Untuk mengamankan pasokan, lanjut Fahmi,
diperkirakan butuh tambahan kuota BBM bersubsidi secara nasional
sekitar 4-5 juta kiloliter. Akan tetapi, penambahan kuota itu harus
melalui mekanisme penganggaran dalam APBN-P 2012. Harus ada pengajuan
dari pemerintah kepada DPR. ”Kami telah membagi kuota berdasarkan asas
keadilan dan sesuai tren realisasi tahun sebelumnya,” katanya.
Kepala
daerah juga mesti segera menertibkan agar kendaraan untuk kepentingan
bisnis tidak lagi menggunakan BBM bersubsidi, seperti kendaraan
pertambangan dan perkebunan,
karena hal itu sangat membebani
kuota BBM nasional. Sementara kebutuhan BBM untuk industri pertambangan
dan perkebunan tidak terbatas.
Secara terpisah, Wakil Direktur
Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute)
Komaidi Notonegoro menyatakan, pemerintah mesti berhati-hati dalam
menyikapi permintaan tambahan kuota BBM bersubsidi. Pemerintah harus
melihat lebih detail, faktor apa saja yang menyebabkan permintaan itu
naik dengan memakai kuota tahun-tahun sebelumnya dan perkembangan
ekonomi suatu daerah.
Jika jumlah penduduk, besaran ekonomi, dan
struktur perekonomian suatu daerah berubah, kenaikan permintaan BBM bisa
tidak linier dan hal itu perlu segera dipenuhi. ”Tetapi, jika
peningkatan konsumsi BBM bersubsidi akibat aktivitas-aktivitas yang
semestinya tidak berhak mendapat subsidi BBM, yang ditambah sebaiknya
adalah BBM nonsubsidi,” ujarnya.
Tambah Kuota Kalimantan
Sementara
itu, empat provinsi di Kalimantan meminta tambahan kuota BBM
bersubsidi, yakni Premium 2,2 juta kiloliter dan solar 1,25 juta
kiloliter. Permintaan itu diajukan karena terjadi pengurangan kuota BBM
bersubsidi di Kalimantan, padahal kebutuhannya meningkat.
”Terjadi
ketidakseimbangan antara permintaan BBM bersubsidi oleh masyarakat dan
ketersediaan BBM bersubsidi oleh Pertamina,” kata Ketua Forum Percepatan
Pembangunan dan Revitalisasi Kalimantan Rudi Arifin dalam rapat dengar
pendapat pembahasan kuota BBM bersubsidi antara empat gubernur atau
wakil gubernur di Kalimantan dan Komisi VII DPR, kemarin.
Kuota
BBM bersubsidi di empat provinsi di Kalimantan dikurangi dari 7,19
persen menjadi 7 persen dari kuota nasional. Padahal, peningkatan jumlah
pengguna BBM bersubsidi jauh lebih tinggi daripada kuota yang
ditetapkan.
Di Kalimantan Selatan, misalnya, pertumbuhan
kendaraan bermotor 15,5 persen tahun 2011. Kondisi ini menyebabkan
sering terjadi antrean panjang pengisian BBM bersubsidi oleh kendaraan
bermotor di setiap stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di
Kalimantan.
Menurut Rudi yang juga Gubernur Kalimantan Selatan,
hal ini memunculkan spekulan BBM bersubsidi, mengganggu arus lalu lintas
akibat antrean kendaraan di SPBU, dan menyebabkan ekonomi biaya tinggi
terhadap distribusi barang dan jasa. ”Untuk mengurangi antrean
kendaraan, kami telah membatasi pembelian BBM bersubsidi kendaraan
bermotor milik pribadi dan angkutan umum di SPBU,” katanya.
Pihaknya
juga telah menentukan jam tertentu pengisian BBM bersubsidi untuk solar
oleh kepolisian. Pemda juga telah mengalihkan konsumsi BBM bersubsidi
ke BBM nonsubsidi khusus kendaraan bermotor pelat merah, diikuti BUMN
dan BUMD. ”Agar kelangkaan ketersediaan BBM ini tidak terus terjadi,
kami meminta agar kuota BBM bersubsidi untuk Kalimantan ditambah sebelum
akhir Mei ini,” ujarnya.
Wakil Gubernur Kalimantan Timur
menambahkan, masalah kelangkaan pasokan BBM bersubsidi ini sangat ironis
di tengah kekayaan sumber energi, baik migas maupun batubara, di
Kalimantan. Bahkan, sebagian besar kebutuhan BBM di wilayah Kalimantan
Timur yang terletak di daerah perbatasan dipenuhi dengan cara membeli dari Malaysia dengan harga bervariasi Rp 15.000-Rp 20.000 per liter.
Dalam
kesimpulan rapat, Wakil Ketua Komisi VII DPR Ahmad Farial menyatakan,
Komisi VII DPR dapat menerima dan mendukung usulan penambahan
kuota BBM bersubsidi untuk Kalimantan sesuai dengan mekanisme yang
berlaku. Pihaknya akan memanggil jajaran BPH Migas, PT Pertamina, dan
Himpunan Wirausahawan Migas. Hal itu untuk menyinkronkan data dalam
rangka mencari solusi secepatnya. (EVY/RAZ/WER/PRA)
Sumber : Kompas
0 komentar:
Posting Komentar